mgid.com, 663616, DIRECT, d4c29acad76ce94f
mgid.com, 663616, DIRECT, d4c29acad76ce94f

Dugaan Korupsi Sistematis Fredie Tan: Menguak Praktik Langsung di BUMD Pemprov DKI Jakarta Sejak 2002


JAKARTA, tangrayanews.com
Jejak korupsi yang diduga melibatkan Fredie Tan terus menyeret perhatian publik. Kini, dugaan praktik langsung itu disebut telah mengakar sejak era 2002, membelit sejumlah Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) milik Pemprov DKI Jakarta dalam kerja sama jangka panjang yang sarat kejanggalan. Koalisi Masyarakat Pemberantasan Korupsi Indonesia (KOMPAK) pun angkat suara, menuntut negara melalui Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk turun tangan secara serius dan menyeluruh.

Tiga BUMD yang disebut dalam sorotan adalah PT Jakarta Propertindo (Jakpro), PD Pasar Jaya, dan PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk. Ketiganya dinilai telah menjalin hubungan bisnis jangka panjang dengan tujuh perusahaan swasta yang dikendalikan oleh Fredie Tan, tanpa mekanisme lelang terbuka dan transparansi yang seharusnya melekat pada pengelolaan dana publik.

Ketua KOMPAK, Gabriel Goa, mengungkap bahwa pola korupsi yang terjadi melibatkan praktik-praktik sistematis, mulai dari penyerobotan dan penggelapan aset negara, penjualan properti di bawah harga pasar, hingga rekayasa perpajakan demi menghindari kewajiban terhadap negara.

“Sejak 2002, praktik ini berjalan nyaris tanpa sentuhan hukum yang tegas. Satu per satu aset penting Jakarta jatuh ke tangan swasta lewat cara yang mencurigakan,” ungkap Gabriel dalam pernyataan tertulis tertanggal 16 April 2025.

Menurut KOMPAK, beberapa aset yang tercantum dalam laporan mereka antara lain: Hotel Permata Indah, Rumah Susun Blok MN, pasar HWI/Lindeteves, kawasan strategis di Pluit dan Kamal Muara, hingga bangunan eks Diskotek Lucky Star di Jakarta Utara.

Yang membuat kasus ini kian mengkhawatirkan, KOMPAK menyebut keterlibatan sejumlah tokoh berpengaruh di lingkaran BUMD maupun lembaga penegak hukum. Salah satu nama yang disorot adalah seorang mantan Direktur Utama di salah satu BUMD DKI, yang kini menjabat sebagai menteri di kabinet Presiden Jokowi, berinisial BKS.

“Ini bukan sekadar kolusi biasa. Kami mencium ada struktur kekuasaan yang terlibat—baik dari kalangan direksi, komisaris, bahkan institusi kejaksaan,” kata Gabriel.

Ia menambahkan bahwa Fredie Tan pernah dijadikan tersangka oleh Kejaksaan Agung pada tahun 2014, namun anehnya kasus tersebut dihentikan tanpa penjelasan yang transparan. KOMPAK menduga, ada intervensi politik dan kepentingan bisnis besar yang sengaja melindungi para pelaku.

Dalam momentum pemerintahan baru di bawah Presiden Prabowo, KOMPAK mendesak agar KPK menjadikan kasus ini sebagai prioritas nasional. Mereka juga menuntut Gubernur DKI Jakarta untuk meninjau ulang semua kerja sama strategis antara BUMD dan swasta sejak awal 2000-an hingga kini.

“Kami sudah mengirimkan laporan lengkap ke KPK dan Gubernur DKI pada Maret 2025. Jika negara masih bungkam, itu artinya negara gagal melindungi kekayaan rakyat Jakarta,” tegas Gabriel.

Lebih lanjut, KOMPAK menegaskan bahwa kasus ini bukan hanya soal satu orang atau satu perusahaan, melainkan soal tanggung jawab negara menjaga aset rakyat dari penguasaan korporasi yang melibatkan jaringan kuat dan tak kasat mata.

Publik kini menunggu langkah konkret dari KPK dan Pemerintah DKI Jakarta. Jika benar terjadi praktik kotor sejak lebih dari dua dekade lalu, maka investigasi ini bisa menjadi salah satu penyelidikan korupsi terbesar yang pernah terjadi dalam sejarah BUMD Indonesia.

“Kami tidak sedang mencari kambing hitam. Kami ingin keadilan ditegakkan dan kerugian negara dikembalikan. Setiap rupiah yang digelapkan harus dipertanggungjawabkan,” tutup Gabriel Goa.

 

Red

Berita Terkait

Top
mgid.com, 663616, DIRECT, d4c29acad76ce94f